Posted by : Yulian Ma'mun 27 Feb 2015


 Seorang gadis kecil, saya taksir usianya sekitar 7-8 tahun memakai gaun warna merah muda. Rambutnya hitam bergelombang sebatas pundak, sedangkan sebaris rambut lainnya membentuk poni menutup dahinya yang berwarna kuning langsat. Manis sekali berdiri di atas panggung, persis matryoshka, boneka kayu khas Rusia yang bundar dan imut itu.

Adik kecil ini begitu percaya diri menghadapi ratusan pasang mata yang menyorotnya di loby utama sebuah pusat perbelanjaan. Cuek saja, seakan orang-orang yang menontonnya bukan manusia tapi jejeran gelondongan kayu di halaman rumah pedalaman Baduy.  Sebuah mikrofon tergenggam erat di kedua tangannya. Mata bulatnya melirik lucu ke arah seorang ibu muda yang duduk paling depan. “Mama, kalau aku juara lomba ini, beliin boneka ya,” mungkin itulah arti lirikan itu.

Dan, pertunjukan pun dimulai.

Because you know I'm all about that bass...”
Bout that bass, no treble...”

Wih, suaranya mantap. Mungkin beginilah suara Meghan Trainor penyanyi aslinya sewaktu masih kecil. Sambil berdiri di tangga eskalator, kaki saya secara tak sadar mengangguk ritmis mengikuti lagu itu. Leher saya pun ikut maju mundur.

Lagu ini memang sempat meledak di pasaran sejak dirilis bulan Juni 2014. Sampai sekarang pun masih menghiasi tangga lagu unggulan di radio-radio. Tempo lagu ini tidak terlalu cepat tapi menghentak dan berkesan ceria.

Alasan lain lagu ini begitu ngetop adalah liriknya yang jenaka tapi kritis. Meghan yang menulis lagu ini bersama musikus Kevin Kadish mengkritik cara pandang masyarakat dalam melihat tubuh perempuan. Dewasa ini citra “cantik dan seksi” menurut kriteria kehidupan modern identik dengan wanita langsing. Kalau perlu sekurus boneka Barbie. Makanya banyak perempuan yang pening setengah mati begitu berat badannya naik beberapa kilogram. Meghan ingin menyuarakan bahwa memiliki badan bongsor bukan sebuah hal yang perlu dipusingkan.

“Cuek aja kayak gue! Gemuk & montok itu seksi kok!” kira-kira demikian jerit hati Meghan. Toh terlalu kurus juga tidak sehat, tanda kurang nutrisi.

Saya sudah sampai lantai 5, tingkat teratas. Suara  Meghan Trainor cilik masih terdengar. Sampai saat ini masih berjalan lancar sampai pada lirik,

“Yeah, my momma she told me don't worry about your size
She says, boys they like a little more booty to hold at night

Artinya kurang lebih demikian:

Yeah, ibuku, dia bilang jangan pusing dengan ukuranmu.”
Dia bilang, para cowok lebih suka p****t yang lebih besar untuk didekap di waktu malam

Sebagai informasi, bagian kata yang saya sensor, saya anggap kurang senonoh. P****t adalah salah satu bagian dari tubuh yang berfungsi sebagai tempat tumpuan badan ketika duduk. Terletak di belakang tubuh, di antara pinggul dan paha. Bagian tubuh ini dibentuk oleh tulang pinggul dan tulang ekor, serta terdiri dari banyak lemak dan kulit. Anda pasti paham.

Bayangkan seorang anak kelas 2 SD—tanpa beban—menyanyikan lirik All About That Bass yang saya sensor tadi dalam bahasa Indonesia. Dia kepingin dan tidak keberatan organ tubuhnya yang berharga itu dipeluk-peluk lelaki di malam hari. Alamak!
  
***

Sewaktu saya kecil dulu, ada penyanyi cilik seperti Enno Lerian, Chikita Meidy, Bondan Prakoso dan Trio Kwek-kwek. Mereka hadir dengan lagu-lagu mereka yang bernada gembira, kalimatnya sederhana, dan sopan bahkan ada sisipan pengetahuan.  Pencipta lagu yang cukup kawakan pada era itu: Papa T. Bob, AT Mahmud hingga Paman Dolit.

Sekarang sangat memprihatinkan. Lagu anak-anak sudah langka. Untuk memuaskan hasrat bernyanyi, anak-anak menyanyikan lagu pop atau dangdut dewasa. Padahal tidak semua lagu yang dinyanyikan oleh anak-anak ternyata pas untuk anak.  Lagu yang berisi kata-kata seperti cinta, kebencian, selingkuh, pengibaratan apalagi cinta satu malam akan sulit dilantunkan dan dipahami anak. Yang lebih berbahaya, lirik lagu yang negatif secara diam-diam dapat tertanam dan mempengaruhi mental sang anak baik penyanyi maupun pendengar.

***

Lagu adalah rangkaian nada yang dipadukan dengan irama yang harmonis dan dilengkapi dengan syair. Perpaduan ini membentuk sebuah harmonisasi indah. Musik dan lagu adalah salah satu cara manusia menyampaikan pesan dan perasaannya.

Terlepas ada beberapa kalangan yang mengharamkan musik, menurut saya adalah fitrah manusia menyukai susunan irama yang harmonis. Kita suka suara petikan gitar, tabuhan gendang, mengetuk-ngetuk meja atau setir sebagai pelampiasan rasa bosan, hingga sekadar gumaman la... la... la.... saja. Konon irama yang harmonis membuat manusia merasa nyaman karena hormon endorfin di otaknya jadi aktif.

Kondisi psikologis dan suasana hati si pendengar juga berpengaruh. Ketika seseorang sedang sedih dan mendengar lagu yang bersemangat, ia akan cenderung bangkit termotivasi dan tidak sedih lagi. Sebaliknya, ketika orang sedang sedih dan ia mendengarkan lagu berirama menyayat hati, ia akan cenderung semakin sedih saat menghayati dan memaknai liriknya lebih dalam. Bahkan ada yang sampai depresi dan bunuh diri.

Daripada salah mendendangkan lagu, nyanyikan saja lagu Indonesia Raya. Dijamin tidak ada efek samping bagi kejiwaan anda dan keluarga!

Cilandak, 27 Februari 2015

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Label

catatan harian (11) Jakarta (3) sejarah (3) travel (3) akhlak (2) desain (2) etika (2) lifestyle (2) moral (2) ramadhan (2) wisata (2) KH Hasan Abdullah Sahal (1) about me (1) anak (1) batuk (1) betawi (1) brand (1) doa (1) fashion (1) film (1) foto (1) gontor (1) guru mansyur (1) kartu pos (1) kesehatan (1) kucing (1) lagu (1) merdeka (1) museum (1) musik (1) pejuang (1) pesantren (1) pria (1) puasa (1) puisi (1) sepakbola (1)
Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Memoar Seorang Kisanak -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -